Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Catatan Keseratus Delapan Sekolah

Hujan gerimis turun membasahi. Tapi tekad untuk tetap berangkat tak bisa lagi kompromi. Alhasil tetap berangkat. Berharap di perjalanan bernasib baik.

Di jalan ternyata betul. Hujan mereda. Bahkan cenderung mulai panas. Saya agak terlambat berangkat. Sepertinya penting memacu kendaraan agar tidak terlalu kesiangan sampai di sekolah. 

Di jalan saya berpapasan dengan Ibu Riska, lalu ada Ibu Muharni beserta suaminya. Saya kemudian bilang saya duluan saja. Karena sudah lambat dan membuka kunci sekolah. Sekilas tadi saya melihat seseorang yang tak asing tapi tak terlaly saya kebali. Mungkin pengaruh dia memakai masker dan helm. 

Saya melajukan kendaraan. Tak sempat lagi singgah di jalan hingga sampai di Bulo. Segera saya singgah mengambil kunci di Ibu Nanni. Namun ia menyampaikan beberapa hal yang begitu penting. Katanya beliau sempat menelpon saya sejak tadi tapi tak sempat saya lihat. Saya memang tidak pernah membuka hp saat berkendara kecuali saya singgah. Tapi kali ini saya tak pernah menggubris hp. Alhasil beginilah yang terjadi.

Tak usah saya ceritakan disini kejadiannya. Intinya kami tak jadi menginap hari ini. Bekal yang dibawa saya simpan saja di kulkas sekolah. Akan tetapi kami tak langsung pulang. Beberapa pekerjaan kami selesaikan. 

Lalu saya juga membuka laptop. Tukuannya adalah unuk mencetak formulir peserta didik baru. Tak lama lagi akan berakhir tahun pelajaran 2020/2021. Semuanya berlangsung pada musim Corona. Formulir peserta didik baru mendesak untuk dicetak. Lalu dibagikan.

Inisiatifnya adalah berusaha agar bisa menjangkau Dusun Kampung Baru dulu. Ini yang berat sebenarnya. Olehnya itu segera saya cetak lalu saya berikan kepada siswa kami yang datang untuk membagikan kepada calon siswa baru disana. Baiknya mereka merespon dengan baik. Semoga bisa terlaksana dan berjalan sesuai yang diinginkan. 

Sepulang sekolah kami memutuskan untuk menjenguk Ibu Ammi yang sedang sakit. Ia sempat dirawat di Pustu menurut cerita dari teman-teman. Semua yang datang saat itu sepakat untuk mengunjungi. Kami saling menunggu. Hingga yang paling terakhir saya. Karena harus menunggu Pak Arham yang tengah mencari bensin eceran karena kehabisan bensin di jalan. Lalu bertemu dengan kawan baik saya dan teman letting SMA saat bersekolah di Cakke dulu. 

Saya ditunggu di Buangin. Saya tahu setelah menghubungi nomor mereka dan semuanya tidak aktif. Saya berkesimpulan segera sampai disana. Apalagi cuaca yang sedang tak baik saja. Hujan terus turun.

Singkat cerita kami sampai di Lapin, kampung Ibu Ammi. Kampung ini tak lain adalah kampung kawan saya Syainal yang juga adalah sepupu Ibu Ammi. Disinilah Syainal menginap kala ia datang berkunjung ke Enrekang. Disana kami disiguhi kopi yang khas ala Lapin. Harum sekali. Terakhir sebelum pamit, semua berharap agar Ibu Ammi bisa sehat kembali dan bisa beraktifitas layaknya kehidupan normal. Amin.
Bulo, 14/06/2021
Muhammad Suaib Natsir
Muhammad Suaib Natsir Penyuka berat PSM Makassar, sehari-hari bertugas di SMPN 6 Satap Maiwa. Warga Enrekang

Post a Comment for "Catatan Keseratus Delapan Sekolah"