Terganggu (Catatan Ke 183 Sekolah)

Pekan kedua bersekolah setelah libur dan cuti bersama dimulai pada hari Selasa. Penyebabnya, pada hari Senin itu tanggal merah bertepatan Waisak. Senin sore saya berangkat ke sekolah. Dalam perjalanan sempat singgah di Baraka dulu membeli beberapa perlengkapan.

Dalam perjalanan hujan turun meski tidak deras. Beruntungnya saat hendak memasuki wilayah jalan yang tengah dilakukan pengecoran, jalan masih kering. Jadi masih bisa dilalui dengan baik tanpa harus bersusah-susah.

Tiba di sekolah sudah pukul 07:00 malam. Badan terasa letih namun perut juga sakit sekali. Berkali-kali saya harus bolak-balik ke wc. Saya tak tidur pulas malam tadi.

Teringat sebuah kisah masa kecil lalu. Saat tidak ke sekolah karena lagi sakit. Setiap surat sakit yang dikirim ke sekolah itu hampir semua bahasanya sama. "Saya tidak sempat hadir di sekolah berhubung kesehatan saya terganggu ( sakit ini)". Saya yakin banyak diantara kita pernah berkirim surat dengan kata-kata seperti itu.

Lebih lanjut, guru saya ketika SD dan guru bahasa Indonesia ketika SMP kerap mengomentari model surat seperti itu. Menurutnya penggunaan kata terganggu itu rasanya kurang tepat. Siapa yang ganggu kesehatannya? Begitu kata guru saya dulu. Lalu dengan perlahan memperbaiki redaksi penulisan dengan kalimat yang lebih baik. Diantaranya dengan menghilangkan kata berhubung dan terganggu.

Sakit memang mengganggu juga menghambat. Namun semua sakit itu jika ditelusuri penyebabnya juga berasal dari kita sendiri. Termasuk dengan saya yang bolak-balik ke wc. Penyebabnya pasti soal makanan yang saya konsumsi. Bukan yang lain.

Beruntungnya karena pagi hari meski masih terasa lemas tapi setidaknya sudah agak lebih baikan. Sehingga bisa kembali melaksanakan tugas. Bersemangat terus meski kesehatan sedang terganggu.