Catatan Keduapuluh Delapan Sekolah
Kejadian yang seringkali kami alami ketika berada di sekolah adalah air yang tidak mengalir. Entah sudah berapa kali kami alami kejadian ini. Hari ini kembali terjadi bahkan sebenarnya pada malam tadi. Tapi karena hari yang sudah terlalu malam kami urung untuk memperbaikinya. Saat itu air juga masih cukup banyak tersedia di kolam. Apalagi saat itu baru saja turun hujan.
Pagi-pagi sekali kami berangkat ke tempat dimana pipa ini bercabang. Menurut cerita para tetangga di sekolah disitu sumber masalah ketika air tidak mengalir. Sebenarnya jauh lebih dekat bila dilakukan dengan berjalan kaki. Namun karena jalan yang masih licin untuk jalan kaki, kami memutuskan untuk naik motor melewati perkampungan. Setelah sampai di tempat tuju, benar saja air sama sekali tidak mengalir di pipa yang menuju ke sekolah. Karena pernah ikut bersama tetangga saat air tidak mengalir sebelumnya maka kami pun sudah bisa memperbaikinya sendiri. Hanya butuh sedikit usaha kami sudah berhasil memperbaikinya.
Persiapan Hajatan Pernikahan
Saat perjalanan menuju lokasi percabangan pipa kami mendapati banyak sekali warga yang berbondong-bondong menyusuri jalan yang menanjak ke rumah salah satu kerabat. Setelah berjalan ternyata ada cukup banyak warga yang sedang bekerja. Menurut penuturan salah satu siswa, akan ada hajatan pernikahan di kampung. Saya berpikiran mungkin inilah hajatan yang dimaksud.
Kulihat warga bahu membahu membantu tanpa terkecuali. Bapak-bapak datang dengan membawa kayu bakar. Sedangkan para ibu-ibu datang membawa pisau. Sebuah tradisi yang masih sangat baik dan layak menjadi contoh. Saya sebenarnya sempat menanyakan nama dari kegiatan yang dilakukan oleh warga ini akan tetapi saat hendak menulisnya saya langsung lupa. akhhh begitulah saya, memang pelupa.
Yang membuat saya terkagum-kagum adalah semangat gotong-royong dari warga. Seolah hajatan ini adalah hajatan bersama karena hampir semua dilakukan bersama. Termasuk mengumpulkan kayu bakar untuk masak-masak nantinya. Sungguh saya jarang melihat kejadian seperti ini. Apalagi kejadian ini masih beberapa hari sebelum pelaksanaan pernikahan.
Menyusuri Jalan
Siang setelah kami menuntaskan jam pelajaran kami, saya menyetujui ajakan dari Pak Sukri untuk menemaninya melihat jalanan yang sering ia lalui sebelum Covid-19 menyerang. Juga sebelum musim penghujan. Karena katanya ada beberapa titik yang longsor dan terutama di anak sungai yang sering sekali meluap dan mengikis jalan yang ada.
Kami berangkat sebelum matahari tepat berada diatas kami. Rencananya kami juga akan melihat rencana pembangunan jembatan yang menjadi penghubung 2 kecamatan yaitu Kecamatan Bungin dan Kecamatan Maiwa. Jalan yang kami lalui sudah banyak perubahan. Sudah semakin membaik jika dibanding dengan sebelumnya. Pemandangan yang terlihat juga berubah, kini masyarakat Bulo telah menggeluti tanaman bawang merah sehingga ada banyak sekali kolam penampungan air dan tenda-tenda untuk menampung hasil panen yang tengah dikeringkan daunnya.
Kami sampai di lokasi yang dituju dengan suasana yang tenang khas hutan yang masih perawan. Hutan ini memang masih belum banyak dijamah oleh warga. Selain karena memang cukup sulit diakses juga karena merupakan kawasan hutan lindung versi hasil perbincangan dengan beberapa teman. Sehingga tak ada yang berani membuka lahan hingga kini. Olehnya itu, kawanan monyet masih sangat banyak kita jumpai disini. beberapa hewan lain khas hutan tropis juga ada disini. Suara burung, rimbunnya pepohonan dan suara air mengalir memanjakan mata ketika tiba di sungai yang kami tuju.
Kulihat beberapa monyet masih melompat menyeberangi sungai. Tumbuhan masih menghijau dan ikan-ikan di sungai masih nampak. Sungai ini masih bersih dari sampah plastik. Sebuah pemandangan yang sudah jarang kita jumpai di Negeri ini. Kusempatkan mengambil beberapa gambar sebagai kenang-kenangan dari hasil kunjungan ini. Bersyukur adalah hal yang perlu untuk kulakukan sebab masih bisa mengunjungi tempat yang indah dan merasakan sejuknya udara tanpa tercemar oleh polusi yang kian banyak di kota-kota. Sepulang dari kunjungan alam ini, kami menikmati sarabba yang dingin di kulkas dicampur dengan kental manis sebagai pelepas dahaga sekaligus penghangat dikala penat masih melanda.
Selasa, 22/09/2020
Post a Comment for "Catatan Keduapuluh Delapan Sekolah"