Catatan Kedelapan Puluh Empat Sekolah

Hari ke tiga di sekolah, seperti penyampaian Kepala Sekolah pada hari Senin lalu bahwa akan dilaksanakan rapat di sekolah. Teman-teman yang kebagian jadwal hari Kamis maupun Jumat sudah harus datang juga pada hari Rabu. Begitupun kami yang kebagian tugas Senin dan Selasa, harus menginap sehari lagi. Ini pertanda kita berkumpul lagi. 

Pak Samsul telah datang kemarin, Pak Sukri pun begitu. Ia datang Selasa pagi. Lalu hari ini kedatangan Pak Jamal dengan membawa buku teks yang telah tiba dari toko. Suasana menjadi lebih ramai. Ini momen yang jarang terjadi sejak pandemi Covid-19 melanda. Kami dipecah dan dibagi menjadi beberapa kelompok kecil untuk piket dan sekaligus bertanggung jawab terhadap pembelajaran. Begitu yang diterapkan di sekolah.

Begitu rapat selesai, agenda berikut yang tak kalah menguras tenaga adalah memangkas pohon yang sudah kian membesar. Rencana awalnya pohon ini mau ditebang karena pohonnya sudah terlalu besar. Selain itu akarnya sudah mulai besar dan mengancam bangunan sekolah. Berikutnya adalah daun dari pohon seringkali menghasilkan sampah yang begitu sukar disapu. Setidak-tidaknya itu alasan yang kami pakai untuk melakukan pemangkasan yang mungkin akan berujung pada penebangan. Kalaupun alasannya masih perlu ditambah kami masih punya beberapa alasan lagi. Namun rasanya banyak yang akan bersepakat dengan kami.

Ingat kami bukan tak cinta lingkungan. Namun karena pohon ini dinilai akan lebih baik ditebang dan diganti dengan pohon baru. Mungkin jenis lain yang lebih bernilai guna. Pohon ini sebenarnya juga sangat membantu menghadirkan kesejukan ketika berada di kantor atau di ruang perpustakaan. Namun lagi-lagi perlu dilihat semua sudut pandang untuk diputuskan akan ditebang.

Pemangkasan dilakukan oleh Pak Jamal. Ia begitu handal dalam melakukan pemangkasan pohon. Ia juga lihai dalam urusan memanjat. Tugas kami yaitu menahan dahan pohon yang ditebang. Baik itu dari bangunan sekolah, bunga, maupun dari kabel PLN yang melintas tepat dibawah pohon. 

Dahan dari pohon yang sudah membesar ini ditebang lalu diikat. Kami bertugas menahannya dengan bantuan tali. Terutama kabel PLN yang harus dijaga karena melintas tepat dibawahnya. Jadi harus ekstra hati-hati. Perlahan, beberapa dahan sudah berhasil diturunkan. Tugas juga menjadi agak ringan berkat kerja sama yang dilakukan dengan baik. 

Kami baru usai saat jam menunjukkan pukul 16:30 wita. Sebab saya beserta ibu-ibu akan pulang dan ada anak kecil yang dibawa. Takutnya cuaca yang sering berubah. Apalagi tak bisa diprediksi hujan turun. Sedangkan perjalanan cukup jauh. Kami harus cepat-cepat. Begitu pohon usai ditebang nanti, kami akan segera menanam kembali. Begitulah seharusnya. Berani menebang pohon berarti sanggup menanam kembali. Kalau perlu dengan jumlah yang lebih banyak. Bumi bukan hanya milik generasi kita. Jangan sampai kelak pohon-pohon hanya akan mereka lihat pada foto atau youtube saja.
Bulo, 1/3/2021
Muhammad Suaib Natsir
Muhammad Suaib Natsir Penyuka berat PSM Makassar, sehari-hari bertugas di SMPN 6 Satap Maiwa. Warga Enrekang

Post a Comment for "Catatan Kedelapan Puluh Empat Sekolah"