Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Buntu Sumbang (kembali) Ramai

Tempat ini mulai kukenal ketika usiaku sekitar 8-9 tahun. Tempat yang merupakan perjalanan paling jauh saat itu. Kali pertama kukunjungi waktu ada kegiatan tamasya atau rekreasi saat belajar mengaji pada TPA di kampungku. Aku berangkat dengan teman-teman di TPA dan menjadi salah satu yang paling muda yang berangkat saat itu. Semangat sebagai anak yang masih dalam tahap tumbuh kembang saat itu begitu menggebu.

Masa kelas 3 SD dimana masa aku mulai sering mengunjungi tempat ini. Hampir setiap akhir pekan aku kesini melihat kebun yang baru kembali dibuka setelah berpuluh puluh tahun ditumbuhi pohon pinus. Intensitas kami ketempat ini menjadi sebuah kesenangan tersendiri selain karena cuaca yang sejuk juga karena ikut membantu kedua orang tua sehingga sangat sulit untuk meninggalkannya.

Masa-masa SMP volume berkunjung ketempat ini semakin sering seiring tanaman kopi bapak yang juga mulai tumbuh. Tiap sabtu sore seringkali aku ke tempat ini untuk membantu bapak. Baik itu ketika memupuk atau membersihkan tanaman dari tumbuhan liar yang mengganggu tanaman. 

Salah dua yang saya ingat yang juga tak kalah berkesan adalah setiap magrib kami ke Musolla melaksanakan salat magrib dan salat isya. Hal unik adalah setiap kali kumandang azan yang menjadi pengeras suara adalah seng yang dibuat menyerupai kerucut. Seusai menunaikan salat dan kembali pulang ke rumah ada rutinitas lain yang harus dilakukan yaitu mengangkat air ke rumah kebun. Saya biasanya kebagian satu jerigen 5 atau 10 liter. Itu untuk kebutuhan konsumsi mengingat kebun kami yang berada di ketinggian dan agak sulit air. 

Hiburan yang paling asyik adalah radio. Siaran yang cukup menghibur seperti sandiwara radio, musik, berita, maupun talkshow. Terkhusus adalah mendengarkan siaran langsung PSM Makassar bertanding. Bung Bosco dan Bung Bandi Bachtiar adalah yang masih saya ingat sebagai komentator. Soal seru tak kalah dengan komentator Jebret dan Mamayo.  Melalui siaran radio kita serasa berada ditengah-tengah stadion yang bergemuruh. Apalagi jika gol sudah tercipta bagi PSM sangat seru.

Masa SMA dan masa kuliah intensitas ke tempat klini semakin jarang bahkan hampir tidak pernah. Hal ini dikarenakan sebagian besar aktivitas orang tua dihabiskan di kebun yang tidak terlalu jauh dari kampung. Pun dengan keharusan untuk menuntut ilmu diluar kampung halaman sehingga praktis tak sempat lagi ke tempat ini. 

Tapi ada satu hal yang takkan dilupakan bahwa keindahan tempat ini tak pernah bisa hilang dari ingatan. Kini tempat ini menjadi lebih sering muncul di media sosial. Adalah lampu pertanian dari petani bawang merah yang menjadi penyebabnya. 
Pengunjung datang jauh-jauh berswafoto dengan latar belakang lampu yang berwarna kuning dan beberapa merah. Puluhan bahkan ratusan orang berkunjung ke tempat ini setiap malam tiba. Apalagi akses kendaraan roda dua sudah bisa dilalui meski dengan jalan yang masih berantakan. Dulu saat pertama kali dibuka dan dikelola oleh pemuda di kampung dikenakan biaya masuk sebesar Rp.5000. Semua hasilnya digunakan untuk melakukan pengecoran jalan menuju Buntu Sumbang ini. Sudah banyak yang baik namun lebih banyak lagi yang belum tersentuh pengecoran. 

Sekadar tambahan lampu ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mengusir hama yang selalu siap menyerang tanaman bawang merah milik petani. Menurut cerita dari petani bahwa dengan pemasangan lampu ini banyak membantu mengurangi penggunaan pestisida. Sehingga pemandangan Buntu Sumbang pada malam hari hanya seuah bonus.

Bulan Oktober hingga memasuki tahun 2021 merupakan masa tanam bagi petani di Kabupaten Enrekang. Seperti diketahui bahwa Kabupaten Enrekang merupakan sentra penghasil bawang merah terbesar di Sulawesi Selatan salah satu yang terbesar di Indonesia.

Yang terpenting adalah ketika berkunjung ke tempat ini untuk tetap memperhatikan kebersihan dari sampah plastik dan tetap menjaga etika ketika berada di tempat terbuka seperti ini

Pandokko, 30 Oktober 2020


Muhammad Suaib Natsir
Muhammad Suaib Natsir Penyuka berat PSM Makassar, sehari-hari bertugas di SMPN 6 Satap Maiwa. Warga Enrekang

Post a Comment for "Buntu Sumbang (kembali) Ramai"