Pantaslah Gusdur pernah berkata bahwa "yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan". Kondisi itu terjadi dalam sebuah film yang ku tonton hingga larut malam. Saya tak menyangka juga bakal bisa bertahan sampai pukul 2:30 lewat demi menonton film ini. Karena biasanya jika saya di sekolah bisa dihitung jari saya tidur lewat dari jam 11 malam. Apalagi paginya harus masuk di kelas lagi. Saya baru berani begadang jika saya sudah tidak punya kelas pada pagi harinya. Namun ini berbeda, saya begitu menikmati filmnya.
Begitu tiba di sekolah, hujan pun turun setelahnya. Karena saya sendiri jadi tak jadi soal untuk beraktivitas mulai dari menyalakan sound untuk memutar lagu agar tak merasa sunyi, menyalakan komputer, menonton tv dan segala hal lainnya agar tak merasa bosan dan sepi.
Malam pun tiba, masih dengan aktivitas yang sama hingga jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Saya masih asyik dengan aktivitas demikian.
Setelahnya saya baru teringat bahwa sebelum berangkat ke sekolah, sebelumnya saya telah mengunduh beberapa film di rumah. Ada sekitar 5 film yang ku unduh beberapa waktu yang lalu namun yang berhasil terunduh hanya 3 film. Salah satu dari ketiga film inilah yang ku tonton hingga larut malam.
Sebenarnya film ini kudapatkan dari aplikasi tiktok. Di fyp saya muncul film 3 idiot yang saya pernah nonton beberapa kali. Lalu tanpa sengaja saya buka kolom komentar dan disana saya temukan beberapa rekomendasi film dari para pengguna tiktok.
Saya mulai mencatat film itu di google keep juga termasuk melakukan tangkapan layar agar bisa mengunduh filmnya jika sedang berhadapan dengan komputer. Judul film itu adalah Bajrangi Bhaijan. Film dari India yang berlatar di India dan Pakistan yang rilis tahun 2015 lalu. Nyatanya sudah cukup lama tapi rasa penasaran saya tak membuat saya terpengaruh dengan sebutan film lama dan film baru.
 |
Sumber : https://hot.detik.com/movie/d-4662048/seputar-bajrangi-bhaijaan-film-india-yang-sukses-besar |
Alur Film
Film bermula di sebuah desa yang bernama Sultanpur, Pakistan. Di desa itu ada seorang Ibu yang sedang hamil tua ikut menonton bersama keluarganya sebuah pertandingan kriket yang menjadi olahraga andalan di Pakistan (seperti sepak bola dan bulu tangkisnya Indonesia). Saat itu ada seorang pemain yang bernama Shahid Afridi.
Kelak ketika anaknya lahir si Ibu yang hamil tua itu akan memberinya nama Shahid. Tapi ditanya oleh perempuan disampingnya "Bagaimana jika ia perempuan?". Ibu hamil hanya tersenyum membalasnya.
Dan benar saja, ibu hamil itu melahirkan seorang putri. Selanjutnya diberi nama shahida. Nama yang indah. Shahida inilah yang kelas akan banyak hadir dalam film ini sebagai bagian dari tokoh utama. Shahida hingga usianya 6 tahun tak bisa bicara.
Ia kemudian disarankan untuk membawa Shahida ke sebuah tempat suci di Delhi, India. Disana Shahida bisa diobati hingga dapat berbicara kembali. Namun Delhi itu bukan bagian dari negara Pakistan. Apalagi kedua negara punya konflik panjang sehingga tak mudah memperoleh visa untuk masuk kesana. Lalu sang Ibu berkesimpulan akan membawanya kesana dengan cara apapun.
Disini perjalanan Shahida dimulai. Berangkat ke Delhi bersama Ibunya dengan harapan bisa berbicara kembali. Namun perjalanan ke India adalah ajang perpisahan juga bagi Ibunya dan Shahida. Karena ketika hendak kembali ke Pakistan, kereta yang mereka tumpangi sedang bermasalah. Karena malam tiba, Ibu Shahida pun terlelap. Saat ibunya sedang pulas, Shahida terbangun lalu melihat seekor anak kambing sedang terjebak di lubang.
Karena Ia adalah penyuka kambing, Ia berinisiatif mengeluarkan kambing itu dari lubang. Namun saat menolong kambing, kereta pun berjalan meninggalkan Shahida. Ia mau berteriak tapi tak bisa. Disini rasa sedih makin terasa.
Setelahnya ada kereta barang yang lewat dan agak pelan. Ia kemudian naik ke kereta itu namun kereta yang ditumpanginya tak masuk di wilayah Pakistan tapi kembali berbalik ke wilayah India. Sang Ibu histeris mencarinya. Shahida pun nampak kebingungan karena keretanya berbalik.
Singkat cerita, Ia kemudian ketemu dengan seorang pemuja Dewa Hanuman (Barjabangli) yang bernama Pawan. Shahida terus mengikutinya. Hingga diberi makan lalu dibawa ke patung Barjabangli dan ke Kantor Polisi. Hingga pada akhirnya dibawa ke tempat tinggalnya yang juga menumpang pada rekan orang tuanya.
Lingkungan Pawan yang berada pada penganut Hindu yang begitu kental di India dan Shahida yang merupakan muslim yang taat. Sebuah kejadian saat Shahida hilang dan ternyata ditemukan di rumah tetangga mereka yang muslim sedang makan ayam.
Lalu saat mereka berjalan di pasar, Pawan baru mengetahui bahwa Shahida atau yang dipanggil Munni merupakan seorang muslim. Pawan pun terharu sekaligus khawatir karena tuan rumah tak menginginkan rumahnya ditinggali oleh penganut agama lain.
Hingga akhirnya semua terbongkar saat mereka tengah menonton pertandingan kriket antara India melawan Pakistan. Saat India meraih poin semua bergembira kecuali Munni/Shahida. Begitupun sebaliknya jika Pakistan meraih poin cuma Munni yang gembira. Ini yang membuat semua keluarga yang menonton terheran.
Saat Pakistan memenangkan pertandingan, Munni menuju depan televisi dan begitu bendera Pakistan berkibar Munni tanpa ragu menciumnya meski di tivi juga hormat. Dari sini Pawan tahu bahwa Munni berasal dari Pakistan.
Upaya mengembalikan Munni ke Pakistan pun dilakukan. Mulai dari mengurus ke kedutaan hingga melalui travel. Namun semuanya gagal. Sehingga Pawan mengambil keputusan untuk mengantar sendiri Munni hingga bertemu kembali dengan orang tuanya. Dengan cara apapun.
Perjalanan dimulai dan untuk tiba di perbatasan, mereka dibantu oleh sekelompok orang yang tau jalan pintas tanpa harus menggunakan visa. Mereka turut, meski pada akhirnya Pawan karena seorang yang jujur mengaku bahwa ia lewat terowongan masuk ke perbatasan Pakistan. Lalu mereka disuruh kembali namun Pawan berhasil meyakinkan penjaga perbatasan agar mengizinkan masuk ke wilayah Pakistan.
Begitu lolos di perbatasan tak berarti jalan semakin mudah. Tak lama mereka harus berurusan dengan pihak kepolisian karena dituduh mata-mata namun berhasil kabur. Lalu ditengah pengejaran mereka selalu berhasil kabur. Diawali dengan ditolong oleh seorang ustas. Semenjak disitu, ada seorang wartawan yang membantu mereka mendokumentsikan perjalanannya karena yakin bahwa Pawan tulus membantu Munni menemukan keluarganya.
Hingga akhirnya mereka tahu lokasi dimana keluarga Munni tinggal. Sultanpur. Setelah kabur dari kejaran polisi. Si wartawan yang saya lupa namanya juga punya andil besar dalam membantu Munni. Dengan dokumentasinya, Ia mengunggahnya ke internet setelah selalu ditolak oleh media. Dari sini makin banyak yang tahu perjuangan Pawan.
Saat menuju ke Sultanpur, ternyata pihak kepolisian melakukan pemeriksaan pada semua bus. Hingga akhirnya bus mereka mendapat giliran pemeriksaan. Agar Munni sampai pada orang tuanya mereka berpencar. Pawan kebagian tugas mengalihkan polisi sedangkan wartawan mengantar Munni ke orang tuanya dengan tetap melakukan dokumentasi.
Akhirnya munni bertemu dengan orang tuanya. Rasa haru bercampur bahagia turut menyertai. Semua itu berhasil didokumentasikan oleh wartawan. Sementara itu, Pawan yang dikejar polisi akhirnya tertembak dan terjatuh di sungai. Pada akhirnya berhasil ditangkap pihak kepolisian.
Lewat rekaman yang dibuat oleh wartawan yang kembali diunggah, kembali viral dan menggugah simpati warga. Tak hanya dari Pakistan namun juga India. Pesan wartawan untuk mengajak para warga untuk menyambut pahlawan kemanusiaan mereka di masing-masing perbatasan pada keesokan harinya.
Sedangkan Pawan dibantu oleh salah seorang pimpinan kepolisian yang juga sadar bahwa Pawan bukanlah seorang mata-mata. Tapi benar ia melakukan hal nekat ini semata untuk mengantar Munni kembali ke orang tuanya.
Begitu hari esok tiba ribuan warga turut mengantar Pawan kembali ke India. Begitu pula di India yang hendak menjemput pahlawan mereka. Saat Pawan telah melewati perbatasan tiba-tiba Shahida/Munni muncul dan mengatakan Pa-Man. Ia berhasil berbicara. Suasana haru makin pecah.
Pesan kemanusiaan
Begitu banyak pesan yang disampaikan melalui film ini. Film yang juga cukup menguras emosi dan tak jarang air mata menetes deras saat menonton film yang berdurasi lebih dari 2 jam ini. Pesan-pesan kemanusiaan begitu nampak. Pawan yang seorang jujur dan penganut Barjabangli yang kuat. Dimana salah satu ajarannya yaitu kejujuran. Meski harus lewat jalur rahasia untuk menyeberang ke Pakistan, ia pun menyampaikan itu kepada petugas.
Pengaruh dua agama yang begitu kental dalam film ini pun begitu terasa. Pesan yang ingin disampaikan berhasil sampai kepada penonton. Bahwa dalam kemanusiaan mesti didahulukan dan berjalan beriringan dengan agama. Saya yakin agama itu adalah pesan kemanusiaan. Agama apapun itu.
Kondisi Shahida yang tunawicara berhasil membuat penonton ikut terbawa dalam suasana film. Ia juga tak goyah meski sempat hidup dalam kelompok minoritas. Juga saat seorang ustas yang menolong mereka.
Kedua bangsa yang sebenarnya bersaudara akan tetapi karena konflik kepentingan punya masa lalu kelam. Akan tetapi tersadar dengan aksi yang dilakukan oleh Pawan. Pentinganya memahami teknologi informasi juga penting dan tersampaikan dalam film ini.
Sehingga saya sangat menyarankan untuk menonton film ini. Dijamin pasti anda akan tergugah dan turut larut dalam film. Salah satu film terbaik yang pernah saya nonton. Dan kurang lebihnya mohon dimaafkan. Saya bukan reviewer yang hebat. Saya hanya mengingat apa yang pernah saya nonton dan apa yang saya tangkap dalam pelajaran kali ini. Akhir bulan yang sangat menggembirakan.
Bulo, 29-30 November 2021
Post a Comment for "Kisah Pawan dan Shahida, Pejuang Kemanusiaan (Catatan Keseratus Lima Puluh Satu Sekolah)"