Catatan Keempat Belas Sekolah
Saya tak mampu memikirkan betapa susahnya hidup di tempat ini setiap hari saat belum ada listrik. Baru satu hari kami tak teraliri listrik dan kami sudah begitu susahnya. Saya tak mampu membayangkan sebelum 2016 itu. Listrik masuk di Desa Bulo sekitar tahun 2016. Itupun belum seluruhnya teraliri listrik. Masih ada Dusun Kampung Baru yang belum menikmati listrik dari PLN. Mereka hanya punya pembangkit yang tak setiap hari menyala.
Siswa kami cukup banyak dari dusun itu. Ada lebih dari separuh siswa kami berasal dari sana. Saya hanya bisa berharap agar segera disentuh oleh pihak yang berwenang. Seperti sebelumnya pembelajaran berlangsung ala pandemi. Saya yang diberikan tambahan yaitu pelajaran Penjas pun segera menunaikan tugas.
Kami begitu kekurangan guru sehingga untuk mengatasi kekosongan, kami berbagi mata pelajaran yang tanpa pengampu. Saya kebagian Penjas dua kelas. Tahun lalu juga begitu saya mendapat Seni Budaya. Inilah keunikan dari sekolah yang kekurangan guru apalagi di sekolah terpencil. Semua harus bisa. Meskipun dengan segala kekurangan yang ada. Namun yang pasti adalah memastikan semua anak mendapatkan haknya untuk mengakses pendidikan.
Kami pulang setelah pelajaran hari itu. Apalagi esok hari adalah tanggal merah dan lusa ada cuti bersama. Praktis hari rabu merupakan hari terakhir bersekolah pekan ini. Libur yang panjang untuk menikmati hari-hari bersama keluarga.
Pulangnya kami bersama dengan semua guru. Setidaknya hingga Bontong larena disitu kami harus berpisah dengan Pak Sukri yang memang beda jalur dengan kami. Saya berboncengan dengan ibu guru yang juga bertugas di Desa Bulo. Bedanya dia di SD. Akan tetapi sebenarnya sama saja karena sekolah kami berada dalam kawasan yang sama. Kami memang sering pulang sama dengan guru-guru yang ada. Apalagi sebagian besar dari kami merupakan guru yang berasal dari luar Desa Bulo.
Rabu, 18/8/2020
Post a Comment for "Catatan Keempat Belas Sekolah"