Catatan Keduapuluhtujuh Sekolah
Seminggu pasca pelaksanaan penilaian tengah semester, sekolah kembali melaksanakan pembelajaran. Kami berangkat ke sekolah dengan kondisi jalan yang masih basah di sebagian tempat. Hujan memang turun di sebagian besar wilayah Enrekang pada sehari sebelumnya. Apalagi diperjalanan didukung oleh kabut yang muncul dipagi hari.
Karena beban berat saya beberapa kali menurunkan boncengan. Tanjakan yang memang kejam :) hehehe. Apalagi kami singgah mengambil tabung gas yang telah kami beli sebelumnya. Mengingat gas sangat sulit didapatkan semenjak ada perbaikan jalan di beberapa titik. Apalagi jalan itu merupakan jalur utama menuju Kecamatan Bungin. Sehingga mobil pengangkut yang rata-rata berukuran besar tak bisa keluar.
Setiba di sekolah, kami disambut dengan munculnya banyak ulat bulu. Ada banyak sekali ulat dan beragam ukuran. Kayaknya ulat itu berasal dari pohon besar yang tumbuh di sekolah.
![]() |
Sebenarnya pohon ini telah direncanakan untuk ditebang. Namun rencana itu belum juga dilaksanakan. Akar pohon yang semakin membesar dan mengancam bangunan sekolah menjadi salah satu penyebab pohon ini mau ditebang. Selain itu sampah yang dihasilkan saat daunnya berguguran sangat membuat kewalahan jika dibersihkan. Termasuk para siswa saat menyapu di pagi hari. Semuanya mengeluh karena daunnya yang kecil. Sehingga kami berpikir untuk mengganti saja tanaman ini dengan pohon yang lebih aman dan lebih mudah dibersihkan. |
Sore harinya hujan turun dengan begitu derasnya. Tak lama hujan turun kolam ikan yang berada di SD sudah penuh saja. Hampir saja naik di lantai. Hingga malam tiba hujan turun menemani kami membaca beberapa novel yang kubawa dari kampung.
Saya membaca "Terbunuhnya Sang Nabi" karya Dul Abdul Rahman. Seorang penulis dari Sinjai. Ia ku kenal ketika saya menyelami novelnya saat mahasiswa dulu yang berjudul Pada Sebuah Perpustakaan Di Surga. Saya cukup tertarik dengan tulisannya ketika itu. Saya lalu mengikuti laman media sosialnya seperti blog dan laman Facebook. Lalu tak beberapa lama kulihat di halaman Facebook ia menawarkan novelnya secara gratis dalam bentuk portable document format (PDF). Tanpa berlama-lama saya mengomentari laman tersebut berupa alamat surel saya dan bermohon untuk dikirimkan juga. Alhasil saya dapatkan itu lewat suat elektronik (Surel) yang dikirimnya. Judulnya Perempuan Poppo. Segera saya tuntaskan novel kedua karyanya yang ku baca. Sehingga Terbunuhnya Sang Nabi ini merupakan karya ketiganya. Saya berencana menambah koleksinya lagi namun agak sulit memperolehnya.
Kawan saya bermalam, Pak Sukri kebagian novel Sawerigading Datang dari Laut karya Faisal Oddang. Ia juga begitu antusias membaca karya-karya dari Faisal Oddang. Ketika saya pertama kali membawa novel karya Faisal Oddang ia bisa menghabiskannya dalam sekali duduk. Ternyata ia pembaca buku yang baik juga. Tercatat Puya Ke Puya, Tiba Sebelum Berangkat dan Pertanyaan Kepada Kenangan telah ia tamatkan. Sehingga Sawerigading Datang dari Laut menjadi novel ke empat dari Faisal Oddang yang ia baca. Ternyata saya mendapatkan kawan membaca yang baik.
Saat hendak akan tidur saya mengingat bahwa segatal-gatalnya ulat bulu ia akan menjadi indah pada waktunya. Ini merupakan bagian dari metamorfosis dari serangga. Termasuk ulat bulu, metamorfosisnya akan menjadi lebih cepat saat memasuki musim penghujan karena pemangsa menjadi berkurang sehingga ia lebih cepat menjadi kupu-kupu. Bersabarlah karena semuanya akan indah pada waktunya. Ada proggres dan tujuan jangka pendek yang harus dituju menuju langkah yang akan indah kedepan.
Senin, 22/09/2020
Post a Comment for "Catatan Keduapuluhtujuh Sekolah"