Catatan Kelima Puluh Satu Sekolah
Kopi pekat menjadi awal aktivitas pagi ini. Menjelang pekan-pekan terakhir sebelum memasuki penilaian akhir semester dilakukan dengan sosialisasi mengenai AKM, juga dengan waktu pelaksanaan PAS ini. Agar supaya semua bersiap dan tak ada lagi yang merasa bahwa kami tak ada info dan lain sebagainya.
Malam tadi banyak dihabiskan dengan menonton film preman pensiun. Juga beberapa novel yang selalu kubawa untuk dibaca. Kali ini saya membawa buku dari penulis asal Sulawesi Selatan, Alfian Dippahattang dengan judul Manusia Belang dan juga dari Yusi Avianto Paresanom yaitu Rumah Kopi Singa Tertawa. Saya belum sempat menyelesaikan keduanya karena konsentrasi terbagi antara menonton film. Heheh. Buku yang kedua kusebut lahap dibaca oleh Pak Sukri.
Melaksanakan pekerjaan itu memang asik jika dijalankan dengan sepenuh hati. Iti yang kurasakan selama ini. Sehingga bisa berjalan sampai disini. Meskipun harus diakui bahwa sangat banyak sekali kekurangan. Jadi mesti banyak belajar lagi.
Sorenya saya ke kebun samping sekola. Disana ada keluarga yang sedang bertani bawang merah. Sering saya kesana meski sekadar untuk menengok dan bercerita. Kami membincang soal bawang merah mulai dari perkembangan tanaman, pestisida yang ampuh digunakan, pupuk, dan tentu harga. Karena hargalah yang menjadi salah satu penentu ketika menanam bawang merah. Saya berbagi apa yang saya tahu. Meskipun itu amat sangat sedikit karena saya tak pernah melakukannya langsung kecuali ikut membantu ketika adik atau bapak saya juga melakukannya.
Menjelang malam Pak Desa juga datang setelah memberi makan sapi peliharaannya. Pak Desa inilah salah satu yang paling banyak tanaman bawang merahnya di Bulo. Ia sangat ramah dan sesekali diwarnai candaan. Begitulah selayaknya gaya komunikasi seorang pemimpin. Ia harus bisa menempatkan sesuatu saat berada di masyarakat. Tak selalu kaku akibat ketatnya aturan. Saat kumandang azan magrib telah menyeru kami pulang.
Selasa, 17/11/2020
Post a Comment for "Catatan Kelima Puluh Satu Sekolah"