Panasnya Minta Ampun (Catatan Ke 173 Sekolah)
Bulan Februari bisa disebut sebagai bulan hujan. Hampir sepanjang bulan Februari hujan turun. Dalam catatan harian ke sekolah paling tidak ada 3 buah judul yang memuat hujan sebagai judulnya. Belum lagi cerita hujan dalam setiap catatan. Mengingat memang kerap kali hujan turun. Saya bahkan tak berangkat sore ke sekolah karena salah satu faktor utamanya adalah hujan.
Hal yang justru berbanding terbalik dengan bulan Maret. Hari pertama bulan Maret justru dimulai dengan cuaca yang berbanding terbalik dengan Februari. Cuaca yang begitu panas telah tiba. Bahkan pada hari pertama bulan Maret sudah begitu menyengat. Jadi tanda tanya mampukah melewati Maret dengan senyum?.
Pada pekan ini bisa disebut hari kejepit. Ada dua hari libur nasional dalam pekan ini. Dirayakan oleh 2 agama di Indonesia. Isra Mi'raj untuk penghujung Februari bertepatan dengan hari Senin. Lalu Nyepi pada hari Kamis. Praktis hanya ada 3 hari efektif sekolah.
Selasa pagi saya berangkat ke sekolah. Kali ini tak sendiri karena saya akan bersama Ibu Muharni. Dalam perjalanan, Ia menceritakan tentang baru saja terserang demam sekeluarga. Dan memang sangat banyak yang terkena sakit seperti ini. Boleh jadi karena pada saat ini sedang memasuki peralihan musim. Seringkali memang terjadi jika peralihan musim.
Tiba di sekolah segera menyelesaikan tugas. Kami banyak bercerita di kantor. Tentang banyak hal. Termasuk perkembangan pengecoran jalan. Tak sabar rasanya ingin segera menikmati hal yang sudah 3 tahun tak kami rasakan semenjak kali pertama ke Bulo.
Sekedar tambahan juga bahwa 1 Maret ini terhitung sudah 3 tahun kami bertugas di sekolah. Tanpa terasa kami bisa melalui semua ini disaat sudah banyak rekan-rekam yang pindah. Sebenarnya kali pertama kami datang ke sekolah itu pada 9 April 2019 namun jika merunut pada SK pengangkatan maka persis hari ini adalah 3 tahun kami mengabdi.
Siapa menyangka kami mampu melakukan semua hal yang awalnya kami anggap mustahil. Nyatanya kami masih tetap disini. Masih berempat, persis ketika pertama kali datang sesuai dengan sk pengangkatan.
Sebuah kesyukuran dengan semua ini. Harapannya semoga apa yang kami lakukan bisa bermanfaat. Juga ada perubahan yang terjadi semenjak kedatangan kami. Seperti perkataan dari Eks. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan "jangan sampai kalian ini datang tak menambah dan pulang tak mengurangi". Artinya yang dibutuhkan adalah kontribusi nyata. Bukan cuma menghadirkan fisik namun ada progres untuk kebaikan. Bukan cuma hadir dan tak ada pengaruhnya.
Kembali kepada soal panas, setelah jam pulang tiba Pak Sukri dan Ibu-ibu kembali ke rumahnya masing-masing. Saya memilih tetap tinggal saja. Terlalu jauh untuk pulang karena esok masih harus datang lagi. Jika menginap maka tak terlalu menguras tenaga.
Rencananya saya mau tidur siang namun karena cuaca yang begitu menyengat. Rasanya ingin meminta ampun. Saya sempat tertidur namun hanya sebentar saja. Jauh dari sejam. Lalu saya ke taman saja menyiram bunga. Meski panas tetap terjadi. Banyak bunga yang kering terutama yang di pot.
Sore pun masih begitu panas. Barulah menjelang gelap tak lagi panas. Pak Syamsul tiba di sekolah setelah kondisi tak lagi panas ini. Akhirnya tak sendiri lagi malam ini. Karena tak tidur siang saya jadi cepat tidur malam ini.
Bulo, 1 Maret 2022
Post a Comment for "Panasnya Minta Ampun (Catatan Ke 173 Sekolah)"