Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hujan dan PSM Makassar; Pembelajaran Sepanjang Hayat (Catatan Ke 166 Sekolah)

Tak seperti biasanya ketika saya berangkat sore hari ke sekolah. Kali ini beda, kembali ke pengaturan lama yaitu berangkat pada pagi hari. Hanya ada satu sebab yaitu karena menonton PSM bertanding dulu baru besok pagi-pagi sekali berangkat ke sekolah. 

Tentang PSM Makassar rasanya sudah menjadi kebutuhan untuk selalu mengikuti setiap kali bertanding. Entah ikut meramaikan tribun penonton secara langsung di stadion seperti saat masih tinggal di Makassar dulu ataupun lewat televisi bahkan jika mesti streaming. Bahkan jika radio masih menggelar siaran langsung pun itu sudah lebih dari cukup bagi saya untuk PSM. Karena sejatinya lewat radio, justru lebih menggairahkan. 

Jika kebanyakan orang yang suka dengan sepakbola lebih menyukai tim luar yang sudah banyak dikenal seperti Manchester United, Real Madrid atau AC Milan dan Bayern Muenchen. Saya justru lebih menyukai tim lokal Indonesia wabil khusus PSM. Perihal ada Gasma Enrekang yang kini berkompetisi di Liga 3 Zona Nasional itu sebuah kebanggaan tersendiri juga sebagai perwakilan kampung halaman. 

Namun jika sudah skala PSM Makassar sepertinya sudah bukan lagi soal nama kota domisili klub namun ada sebuah kebanggaan yang telah mengalir. Bahkan ketika PSM dalam kondisi apapun. Bagi saya PSM Makassar sampai saat ini adalah bagian dari sebuah kebutuhan.

Menilik skor akhir pertandingan tadi malam, bersyukur masih bisa bawa pulang 1 poin dari tuan rumah Bali United. Lewat gol Yakob Sayuri pada penghujung pertandingan setelah Bali unggul atas gol dari Stefano Lilipaly dan sang mantan penyerang PSM Makassar Ilija Spasojevic berbalas 1 gol dari Delfin Rumbino.

Setidaknya dengan gol ini, saya bisa nyenyak tidur dan bersemangat melaksanakan tugas dan kewajiban keesokan harinya. 

Kehujanan Sepanjang Hari

Tak seperti para rekan-rekan yang lain yang jarak rumah ke sekolahnya dekat, saya letaknya cukup jauh dari rumah tinggal saya. Itu sebabnya jika saya berangkat pagi hari, saya selalu berangkat lebih awal dari rekan lainnya. Selisihnya cukup mencolok. Saya sudah berangkat saat kendaraan masih dihitung jari di jalanan.

Pagi ini terasa beda sebab sejak dari rumah sudah harus memakai jas hujan. Sepanjang perjalanan ditemani hujan dan tentu dingin menerpa. Lalu sejuknya udara pagi disepanjang perjalanan. Kurang lebih 40 kilometer harus ditempuh secepatnya. Dengan prinsip hati-hati tentunya.

Hujan turun ternyata sampai saya tiba di sekolah. Jas hujan yang saya kenakan masih bisa tembus juga. Meski tak membasahi sepenuhnya pakaian. Namun cukup mengganggu saat di kelas. Tapi tak menjadi soal untuk melaksanakan tugas.

Pembelajaran saya mulai di kelas 8. Materinya agak tersendat sebab mestinya materi ini sudah menjelang berakhir namun karena ada tanggal merah dan beberapa agenda yang bertepatan sehingga tertunda beberapa pertemuan. Namun semua tak menjadi soal. Tekad sudah bulat.

Setelah di kelas 8 sejenak ke kantor dulu menikmati secangkir teh hangat. Hujan masih saja turun meski tak deras. Hangatnya teh tentu menambah kenikmatan dan hangatnya suasana hari ini. 

Setelah jam istirahat usai dan secangkir teh hangat sudah menghangatkan badan selanjutnya ke kelas 9. Di kelas 9 justru yang masih sesuai koridor. Tak ada keterlambatan materi disana. Tinggal bagaimana sinergi antara siswa dan guru untuk terus belajar. Tak hanya di sekolah tapi dimana pun.

Pembelajaran Sepanjang Hayat

Ki Hajar Dewantara pernah berucap "Jadikan setiap tempat adalah sekolah dan jadikan semua orang adalah guru". Artinya dimana pun kita berada harus tetap belajar. Tak mesti berada pada ruang-ruang kelas yang sempit itu. Justru tempat belajar paling nyaman adalah saat kita belajar di luar ruang kelas dan waktu sekolah. 

Setiap orang adalah guru bagi kita. Tak mengenal siapa kau. Karena semua punya pengalaman yang berbeda. Pembelajaran juga mestinya dilakukan tanpa mengenal usia. Pembelajaran sepanjang hayat.

Sederhananya pembelajaran tak hanya dilakukan di kelas-kelas yang terbatas. Pembelajaran sepanjang hayat dilakukan mulai dari saat masih kecil hingga kelak maut memisahkan. Ekspresi diri sebagai mahluk individu dan makhluk sosial. 

Sebagaimana perlunya kita menjaga hubungan. Baik itu hubungan pribadi, hubungan individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok bahkan kepada hubungan dengan alam dan hubungan kepada sang pencipta. Semua ini saling berkesinambungan dan tercipta dari proses belajar. 

Dengan menghubungkan antara pendidikan di kelas-kelas (pendidikan formal) maupun pendidikan diluar kelas seperti keluarga, masyarakat maupun untuk skala yang lebih luas lagi. Kesemua hal ini akan bermuara pada peningkatan kualitas hidup manusia.

Bulo, 8 Februari 2022
Muhammad Suaib Natsir
Muhammad Suaib Natsir Penyuka berat PSM Makassar, sehari-hari bertugas di SMPN 6 Satap Maiwa. Warga Enrekang

Post a Comment for "Hujan dan PSM Makassar; Pembelajaran Sepanjang Hayat (Catatan Ke 166 Sekolah)"